02/04/25

Season 5 Kerajaan Mythopia

Chapter 31 Pemurnian Bumi dan Kedatangan Ancaman Baru 

Setelah kematian Sangar Mahadipa, hutan Gunung Kelud mulai bernapas kembali. **Pohon-pohon Huorn**, penjaga purba yang selama ini terbelenggu kegelapan, mengangkat dahan-dahannya ke langit. Daun-daun mereka bergetar, menyaring racun dari udara seperti tangan para Valar yang menyapu najis Morgoth dari Ardanya. Kabut tebal beracun yang menyelimuti gunung pun tercerai-berai, digantikan oleh udara segar yang dingin dan murni, seolah Yavanna sendiri menghembuskan nafas kehidupan baru.  

**Rakajati**, sang Ksatria Kayu, menempelkan telapak tangannya ke tanah. Akar-akar hidup meliuk dari perut bumi, mengeluarkan para pemuda desa yang terkurung dalam kegelapan. Wajah mereka pucat, mata mereka kosong—jiwa mereka tercabik oleh mantra hitam Sangar Mahadipa. **"Makanlah,"** bisik Rakajati, mengulurkan buah **Durian Mór**, buah suci yang kulitnya berkilau seperti emas Valinor. **"Ini akan mengembalikan cahaya dalam jiwamu."**  

Para pemuda itu melahap buah itu dengan liar, dan seketika—seperti sihir—cahaya kembali ke mata mereka. Mereka tersedu-sedu, mengingat diri mereka yang hilang, tapi Rakajati meletakkan tangan di bahu mereka. **"Lupakan bayangan ini,"** katanya, suaranya seperti gemuruh akar yang menenangkan. **"Kalian bebas sekarang."**  

**Isidore**, dengan keris **Caladthil** masih berkilau di pinggangnya, menghampiri seratus pemuda yang tersisa. **"Pulanglah,"** katanya, suaranya penuh wibawa namun lembut. **"Cari keluarga kalian, dan jadikan kisah ini sebagai peringatan: kegelapan takkan pernah menguasai cahaya."**  

Namun, ketika ditanya tentang persembunyian Ki Surya Dahana, para pemuda hanya menggeleng. **"Kami tak ingat apa pun,"** bisik salah satu dari mereka, matanya berkaca-kaca. **"Hanya... rasa sakit, dan suara yang memerintah kami seperti boneka."**  

Sementara itu, di lubang gelap tempat Sangar Mahadipa jatuh, akar-akar purba melilit mayatnya erat-erat. **"Tidurlah dalam kekalahan abadi,"** gumam Rakajati. Bumi menggeram, menelan tubuh terbelah sang tiran ke dalam jurang yang tak terlihat, di mana tak ada kegelapan yang bisa menyatukannya kembali.  

---  
**Tiba-tiba**, bumi bergetar. Suara itu bukan gemuruh biasa—ia seperti raungan **Móruvar**, gajah perang raksasa suku Pinrang, yang kakinya menghancurkan gunung. **Bayu Anggana**, sang Penguasa Angin, melayang ke langit, matanya menatap ke ufuk utara. **"Asap putih mengepul di kejauhan,"** serunya, suaranya seperti terompet perang. **"Pohon-pohon kuno tumbang... mereka datang!"**  

Di kejauhan, kabut putih bergulung-gulung seperti naga yang terbangun. **Darmakála**, sang Penguasa Suku Pinrang, mengendarai **Móruvar**, gajahnya yang berlapis zirah besi hitam. Di belakangnya, pasukan Pinrang bergerak seperti banjir—badak-badak baja, harimau peliharaan yang mengaum, dan prajurit bertombak yang wajahnya tertutup topeng kematian.  

**"Mythopia!"** teriak Darmakála, suaranya menggema melintasi lembah. **"Kalian mengira kemenangan kecil ini akan menghentikan kami? Gunung Kelud akan jadi kuburan kalian!"**  

**Bhra Anuraga** mengangkat tangannya, api di tubuhnya menyala seperti matahari mini. **"Bersiap!"** pekiknya. **"Mereka membawa kehancuran yang lebih besar!"**  

Isidore menatap ke arah asap putih yang semakin mendekat, keris **Caladthil** bergetar di tangannya. **"Kita telah mengalahkan kegelapan,"** bisiknya. **"Sekarang, kita hadapi keserakahan."** 
**"Pohon-pohon akan berdiri bersama kita,"** bisik Rakajati, akar-akarnya mulai bergerak seperti ular siap menerjang.  
**"Dan esku akan membekukan darah musuh,"** tambah Pangreksa, pedang **Nenheled**-nya berkilau dingin.  
**Bhra Anuraga** tersenyum getir, api di tangannya menyala lebih terang. **"Biarkan mereka datang. Api Mythopia takkan pernah padam."**  

Dan di bawah langit yang mulai kelabu, Isidore mengangkat **Caladthil**, cahayanya menembus kabut—pertanda bahwa pertempuran terbesar Nusantara baru saja dimulai.  

🔥🌳⚔️